Selasa, 13 Agustus 2013

Kidung Senja di Tepi Harmoni



 Illustrasi : gaptekuupdate.nate

Aku melongok ke kamar Dinda yang terbuka sedikit, tumben anak ini betah di kamar. Biasanya jam segini sudah tak nampang batang hidungnya. Tatapan matanya lurus pada layar monitor laptopnya, sedang jemarinya yang lincah menari-nari di atas key board laptopnya. Hmmmm…. Rasa ingin tahuku membuatku tak dapat menahan langkah kaki menghampirinya

Dinda sepertinya mengetahui kehadiranku, tapi masih saja diam membisu. Heiii…. Apa yang yang tertera di layar laptop membuatku terbeliak tak percaya. Rupanya Dinda sedang menulis cerpen,  bukan soal menulisnya yang membuatku kaget tapi judulnya. Bagaimana bisa, cucuku menulis dengan judul yang sama dengan lagu yang diciptakan seseorang  puluhan tahun silam? Ya…hasil karya bersama antara aku dengan Mas Ihsan, yang akhirnya tersimpan tanpa pernah kulantunkan lagi sejak kepergiannya.

Kidung Senja di Tepi Harmoni”mengingatkan aku dengan seseorang yang kukasihi, yang terpaksa berpisah karena memang tak patut disatukan. Aku dan dia sama-sama memiliki rasa yang sama, yang hanya diketahui oleh kami berdua. Tak ada kata yang terucap untuk mengukuhkan perasaan itu, hanya hati yang bicara lewat tatapan mata dan bahasa tubuh kami. Aku mengenalnya sangat dekat, seperti dia mengenalku. Tumbuh dan berkembang dewasa dalam lingkungan yang sama, saban hari bertemu, bermain bersama menumbuhkan rasa lain di hati kami. Sampai akhirnya dia terpaksa pergi untuk menghindari hal-hal yang sekiranya akan membuat nama baik keluarga besar kami tercemar.
Suatu pagi aku terkejut menemukan amplop lusuh warna coklat yang diselipkan di jendela kamarku. Tak sabar kurobek dan membaca isinya. Singkat dan cukup membuatku diam tak bergerak sekian menit. Isi surat itu sampai sekarang masih kuhafal dengan sempurna, lengkap dengan titik, koma, dan tanda baca lainnya. 

Menik, kuyakin kau tahu apa yang ada di hatiku. Bertahun-tahun kebersamaan kita walau tak pernah terucap, pasti kau mengetahuinya. Aku sungguh menyayangimu dan akhirnya rasa sayangku tumbuh menjadi sesuatu yang sama-sama tidak kita inginkan. Maafkan aku, aku memilih pergi meninggalkanmu, untuk menjaga hal-jal yang tidak kita inginkan terjadi pada keluarga besar kita. Biarlah dalam kehidupan nyata dan pandangan orang-orang kita tetap sebagai saudara. Semoga dengan terpisahnya raga kita dalam jarak yang cukup jauh, penyimpangan rasa itu akan kembali pada tempatnya, sebagai  kasih persaudaraan. Ibumu sudah kuanggap sebagai ibuku juga, demikian pula dengan ayahmu. Nenek kita sama, itu yang membuat kita harus berpikir panjang, bukan sekedar menuruti ego kita.

Menik, aku ingin kau meneruskan hidupmu dengan wajar, jika suatu saat kau menemui seorang laki-laki yang baik, tukarlah rasa sayangmu kepadaku untuknya. Berikan  yang tadinya kau peruntukkan bagiku, pada dia. Jangan sedih berlarut-larut sepeninggalanku. Maaf, aku  sengaja tak mengabari rencanaku padamu, karena aku tak kan sanggup mengungkapkannya bertatap muka langsung denganmu. Doaku, bahagia selalu menyertaimu. Kidung Senja di Tepi Harmoni lagu kenangan kita, semoga akan selalu melekat dalam jiwa kita.
Ihsan”
******
Ah… Mas Ihsan, tahukah kau rasa itu sampai saat ini masih sama seperti dulu, mana mungkin memindahkannya bagai sebuah benda? Walau saat ini kondisi kita telah berbeda, aku cukup senang melihatmu bahagia dengan  Mbakyu Sari. Sama sepertiku, kalianpun telah dianugerahi sepasang anak dan dan empat orang cucu. Terakhir pertemuan kita, kutahu kau telah mampu meletakkan rasa itu pada tempatnya. Tapi aku tidak! Rasa itu masih begitu kukuh mendiami rongga hatiku , menyelimuti semua isinya dan hingga sulit sekali memindahkan ke tempat lain. 

Lamunanku terhenti karena sentuhan lembut pada lenganku, Dinda menatapku heran. Rupanya aku telah mengabaikan dua kali panggilannya. Buru-buru kuhadiahkan sebuah senyum padanya, sambil mengacak-ngacak poninya yang terlihat lucu. 

“Eyang melamun, ya?  Hmmm….. hayoo, siang-siang begini lamunin siapa?”godanya centil.
“Boleh Eyang baca cerpenmu, Nduk? Eyang penasaran dengan judulnya itu. Kalau boleh Eyang tahu, apa alasanmu memilih judul itu? Barangkali setelah membacanya, Eyang jadi mengerti” pintaku mengabaikan pertanyaan tadi.

“Boleh, Eyang. Silakan baca“ balasnya sambil menggeserkan duduk dan memberikan tempat padaku agar dapat membaca dengan leluasa. 

Kuhela napas agak panjang, entah cerpen itu berdasarkan cerita nyatanya atau hanya sekedar imajinasinya, aku menangkap intinya hampir sama dengan perjalanan cinta masa laluku, walau tidak persis. Cara penulisan dan pemaparan peristiwa lumayan apik. Ternyata cucuku hobby menulis.
“Jujur Eyang, Judul itu Dinda dapatkan atas usul teman Dinda di kampus. Rencananya cerpen ini akan kami kirim ke redaksi sebuah majalah. Dinda dan Tirta, sama-sama suka menulis Eyang. Ini kolaborasi kami yang pertama”

Dari cerita dan raut wajah Dinda aku menduga  Tirta yang disebut sebagi temannya bukan hanya sekedar teman biasa. Ada nada khusus dalam lafalnya tadi. Tak tahan usilku untuk tidak menggodanya. “Hmmmmm… teman kolab sejati ya Nduk?”  senyum sumringah dengan sikapnya yang malu-malu mempertegas dugaanku. 

“Eyang, menurut Tirta Eyang kakungnya sering sekali menyanyi lagu ciptaannya dengan judul yang sama dengan cerpen kami. Bahkan sampai saat ini, Eyang kakungnya masih sering melantunkan lagu itu sampai-sampai Tirta sendiri akhirnya menyukai lagu itu, Eyang. Di akhir cerita akan  kami tuliskan syair lagu itu dalam cerpen kami” 

Kalimat terakhir Dinda membuat jantung berdetak lebih cepat dari batas normal, mungkinkah……?! Ahhhh…… Mas Ihsan, ternyata cucu-cucu kita lebih dulu bertemu dan jika benar dugaanku nasib mereka lebih beruntung dari nasib kita. Tapi apakah mungkin cucumu menuntut ilmu di tempat yang sama dengan cucuku? Bukankah Jogya banyak universitas yang bagus dan mengapa aku sama sekali tidak mengetahuinya? Ternyata komunikasi yang terputus membuatku tak tahu apa-apa tentangmu dan keluargamu. 

“Dinda, Eyang jadi ingin tahu bagaimana sih lagu, paling tidak syairnya lagu itu. Judulnya membuat Eyang penasaran. Apakah syair itu ada padamu, Nduk?” tanyaku dengan sikap penasaran yang kentara. Mudah-mudahan Dinda tidak memperhatikan sikapku ini.

“Ada Eyang, sebentar Dinda ambilkan” 

Dinda membuka map yang berisi tumpukan kertas, mencabutnya selembar dari kumpulan kertas lainnya dan menyodorkannya padaku. Jemariku sedikit gemetar membaca syair itu, ada bagian dari jiwaku melayang mengingat masa silam yang tertuang dalam bait-bait syair itu. Bagaimana tidak, ada andilku dalam merangkai kata demi kata hingga membentuk sebuah lagu yang sangat indah, menurutku.
Kidung Senja di Tepi Harmoni

Kidung ini kulantunkan bagimu, duhai kau pujaanku
Dengarlah, setiap rangkaian kata seolah mewakilimu
Keindahmu tertuang dalam syair laguku
Duhai pujaanku, adakah kau rasakan sama sepertiku
*
Bulan membubuy tinggi di awan
Keduanya tak terjangkau oleh jamahanku
Kau hanya dapat kupandang,tak mampu kumiliki
Rasaku-rasamu, hanya kita yang tahu
*
Elok nian sang juwita malam
Bagiku, kau lebih elok duhai gadisku
Apalah daya nasib menghendaki lain
Sampai matipun kau tak dapat kumiliki
*
Kidung ini kunamakan kidung senja
Nyanyian indah tercipta dari rasa cinta
Senja akan berganti, sayang
Dan kita harus siap menjalani
Kehidupan yang digariskan olehNya
*****
Tak sadar air mataku menggenang di pelupuk mata, walau tak sampai tumpah. Wajah kisut ini sudah cukup menderita menahan kerinduan yang terpendam. Akhirnya Tuhan menghendaki lain dengan menyatukan cucu-cucu kita sebagai penerus cinta kita. Terima kasih Gusti……

“ Nduk, Eyang berpesan padamu. Eyang senang engkau menekuni dunia tulis menulis, jadilah penulis yang tidak hanya bisa menulis tapi mampu menyelaraskan isi tulisanmu dengan tindakanmu sehari-hari. Jangan ikut-ikutan teman-temanmu menyebarkan aib orang lain, dan tertawa di atas penderitaan orang lain. Jadilah penulis yang punya prinsip” 

Setelah memberikan nasehat kepadanya, dengan setengah linglung aku keluar dari kamar Dinda. Cucu-cucuku, semoga bahagia selalu menaungi perjalanan hidup kalian, Amin.
*****
1330081616427711249
Desa Rangkat adalah komunitas yang terbentuk berdasarkan kesamaan minat dalam dunia tulis menulis fiksi. Jika berkenan silahkan berkunjung, berkenalan, dan bermain peran dan fiksi bersama kami di Desa Rangkat

0 komentar:

Posting Komentar