Selasa, 02 Juli 2013

Aku Bukan Daun

1328444213513847015


Kutatap rinai hujan lewat jendela kamarku, titik-titik air jatuh saling berebutan meninggalkan jejak di teras rumah. Ahhhh… Selalu saja perasaan ngilu itu datang setiap kali kutatap jatuhnya titik hujan. Mataku tak lepas dari pucuk-pucuk daun yang luruh oleh hempasan angin, titik-titik hujan ikut menampar hijaunya, mengapa hati ini jadi perih? ahhhh…. daun itu luruh! Luruh tanpa sedikitpun mampu mempertahankan diri!  Tidak…..aku Fina  Ananta! Aku tidak akan selemah daun, aku bukan daun….. Bayanganku lari pada sembilan tahun yang lalu. Dia,… Bayu Subrata, laki-laki gagah yang mengisi ruang hatiku.

Ku terduduk diam dengan memeluk kedua lututku. Kenangan itu seolah baru kemarin terjadi…… Begitu sakit dan membekas dalam hatiku, entah saat ini dimana engkau berada. Apakah sama denganku, sedang menikmati turunnya hujan? Mengapa kita tak menemukan pemahaman yang sama waktu itu, padahal jika kau dan aku tidak meninggikan emosi, tentu perpisahan kita tidak terjadi.
Saat ini, tepatnya hari ini… sembilan tahun sudah kejadian itu terjadi. Hari demi hari ku lalui dengan beban berat. Di saat aku butuh engkau di sampingku malah aku kehilanganmu. Tak dapatkah kau bersabar menanti penjelasanku atas keputusan yang kuambil? Mengapa kau malah menuduhku egois dan tidak memikirkanmu?

Rasanya percuma kebersamaan yang telah kita jalanin selama tiga tahun, jika kau belum mengerti apa dan bagaimana diriku. Pernahkah selama ini aku bersikap egois menomor duakan dirimu? Kau prioritasku dan itu maumu selama ini! Jika sampai aku mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keinginanmu, pasti ada alasan kuat sebagai penyebabnya.

Masih terngiang jelas kata-kata yang kau lontarkan kepadaku saat hujan di rumahku sembilan tahun lalu. Teriakanmu yang lantang menuduhku hanya mengejar materi dan menyepelekan hubungan kita. Sakit….teramat sakit….! Apakah kau tahu mengapa aku mengambil keputusan untuk berpisah jauh dengan keluargaku, ibu yang ku sayangi dan adikku, Maya? Juga engkau yang telah mamberi warna dalam hidupku selama 3 tahun belakangan ini? Itu aku terpaksa, sayang! Aku terpaksa melakukannya karena aku membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengobati sakit yang diderita ibuku, ibu yang telah melahirkanku, membesarkanku, mendidikku hingga seperti sekarang ini, memberikan aku kehidupan dan membiayaiku setelah bapak meninggalkan kami. Apakah ada pilihan lain yang lebih baik menurutmu?

Tapi tanpa mau mendengar penjelasanku, kau pergi meninggalkan rumahku. Dengan hati hancur ku kejar engkau hingga di halaman rumahku walau hujan dan petir menggelar saat itu, tidaklah membuatku lebih kaget mendengar tuduhanmu padaku.

“Kau perempuan matre, mengejar materi dengan mengorbankan orang-orang yang katanya kau cintai. Apakah kau pikir aku bisa kau bodohi seperti yang lain? Aku tahu aku bukan laki-laki yang dapat memberi materi berlimpah padamu, jadi…. Silahkan kau pergi sesukamu, kejar semua yang ingin kau kejar dan puaskan dirimu dengan materi yang kau dapat. Aku jijik melihatmu!”

Kata-katamu pedas dan tajam menusuk tepat di ulu hatiku, menyebabkan luka yang teramat lebar, berdarah bahkan bernanah! Jadi… Selama ini begitu penilaianmu terhadapku? Kecewa dan sakit hati membuatku membiarkan kau pergi tanpa sanggup membela diri dan mengatakan alasanku meninggalkanmu.

Sekarang, sudah tiga tahun aku kembali ke rumah. Walaupun ibu sudah tak ada, tapi aku tidak menyesal, paling tidak karena pengorbananku kala itu ibu masih di beri kesempatan hidup lebih lama dari vonis dokter waktu itu. Aku rela mengorbankan apapun untukmu ibu, termasuk kehilangan kekasih hatiku. Operasi pertama di nyatakan sukses di laksanakan dengan biaya dariku. Dan Maya, adikku dapat melanjutkan sekolahnya tanpa ketakutan mendapat teguran dari gurunya setiap bulan, karena belum bayar spp.

Ibu, walaupun engkau meninggakanku juga akhirnya, itu karena takdir Tuhan memang harus kita jalani. Aku tahu, ibu menyesali semua kesedihan yang harus ku tanggung, dan aku mengerti ibu lebih sakit lagi melihatku menderita. Aku kuat ibu, anakmu bukan seorang wanita lemah! Anakmu akan bangkit dari keterpurukan dan dunia tak akan berhenti beputar dengan hilangnya seorang kekasih!

Ibu, tenanglah engkau di sana. Sekarang anakmu sudah mampu berdiri sendiri dan akan berusaha menatap dunia dengan kacamata berbeda. Optimis dan berani menantang kerasnya kehidupan, Maya sekarang sudah bekerja dan mampu membiayai dirinya sendiri. Jadi apa yang perlu kutakutkan?
 *****

Pagi ini dengan langkah pasti dan rasa optimis kulangkahkan kakiku menuju kantor tempatku bekerja, hari ini ada pertemuan penting dengan salah satu calon clien perusahaan kami, berupa kerja sama antara dua perusahaan yang saling menguntungkan. Menurut informasi yang kudapat, kali ini yang akan datang menghadiri rapat adalah CEOnya langsung, jadi aku harus mempersiapkan presentasi dengan sempurna. Bagaimanapun perusahaan kami sangat berharap kerja sama ini akan berjalan dengan mulus.

Segera ku persiapkan materi rapat, karena jadwal rapat memang sengaja diatur lebih awal. Kata orang otak kita masih fresh setelah diistirahatkan. Ku pelajari kembali bahan presentasi agar aku dapat mewakili perusahaanku dengan sempurna. Ada kepuasan tersendiri setiap aku berhasil menjalankan tugasku dengan sempurna. Semoga hari ini keputusan final kami dapatkan. Sengaja kukenakan baju blaser dengan warna hitam, untuk memberi kesan rasa percaya diri yang tinggi.

Jam 9.00 seharusnya team dari calon clien kami tiba. Dan benar saja, ternyata mereka tepat waktu. Suatu kedisiplinan yang patut di banggakan, dimana saat ini budaya jam karet sepertinya sudah membudaya di negara kita. Sengaja kutunggu panggilan dari atasanku, baru masuk ke ruangan presentasi. Bukan apa, karena aku menilai tak sepantasnya  aku mendahului atasanku.

Tak perlu menunggu lama, interkom di mejaku berbunyi. Terdengar suara merdu sekretaris atasanku menginformasikan bahwa rapat akan dimulai dan memintaku untuk segera menju ruangan rapat. Ku langkahkan kaki dengan sejuta harapan akan berhasil meyakinkan calon clien kami untuk bergabung dengan perusahaan kami. Kuketuk pintu dan memutar handle pintu ruangan rapat dengan perlahan , terdengar oborlan basi-basi antara atasanku dengan beberapa orang.

Melihatku kedatanganku, langsung aku di perkenalkan atasanku dengan team dari calon mitra perusahaan kami. Orang pertama yang memperkenalkan diri adalah………,rasanya jantungku mau copot dari tempatnya! Ternyata dia…….. dia adalah Bayu Subrata …! orang  yang telah meninggalkanku dalam rinai hujan sembilan tahun yang lalu. Yang telah membuat hari-hariku penuh duka dan air mata. Sempat kulihat dari wajahnya tidak kalah kagetnya  denganku. Dia menerima jabatan tanganku, ada gemetar yang sama  kurasakan dari telapak tangannya. Aku berusaha menguasai diri, begitupun dengannya, terbaca olehku dari wajahnya kalau ia berusaha untuk itu.

Walaupun aku menjalani dengan hati kacau, tapi hasil akhirnya ternyata sesuai dengan keinginan dan harapan perusahaanku. Aku berhasil membawa presentasiku dengan sempurna walau terasa lebih berat dari biasanya. berbagai tanya berkecamuk dalam batinku, apa yang terjadi dengannya setelah dia meninggalkan aku pada hari itu, sembilan tahun yang lalu?  Berapa orang putra-putrinya sekarang, dan wanita mana yang telah menjadi pendamping hidupnya? Mengapa masih ada rasa cemburu di sana?

Aku harus kuat, aku bukan daun! dan aku tak pernah mau menjadi daun, aku tak pernah menginginkan perasaan ini. Dia datang begitu saja , menelusuk hatiku. tumbuh pelan-pelan seperti kecambah disiram air hujan. Ahhhhh…….Tuhan, bantu aku membuang rasa itu, singkirkan pesona dia dalam kehidupanku selanjutnya. Dia bukan diciptakan untukku, dia hanya masa laluku! Biarkan perasaanku tenang seperti biasanya, dan berikan aku kekuatan untuk mengahalau rasa yang tidak pada tempatnya.

Bayu dengan penampilan barunya lebih dewasa dan nampak berwibawa, kumis tipis menghiasi atas bibirnya menambah kesan matang pada dirinya terus membayangiku. Jelas dalam ingatanku saat terakhir melihatnya, Bayu adalah sosok tampan akan tetapi kematangan belum ada padanya . Sama seperti aku saat ini,  seiring dengan bertambahnya usia dan tempaan kehidupan  membuatku lebih dewasa  dalam menyikapi hidup.Ahhhh…… mengapa wajah itu masih belum hilang dari ingatanku?

 *****

Baru saja aku selesai mandi, setelah bergulat dengan perasaanku sepertinya aku membutuhkan guyuran air dingin di kepalaku. Berharap semua panas yang kurasa dari tadi pagi pergi mengukuti aliran air dingin yang kusiram melalui kepalaku. Begitu aku hendak masuk ke kamarku, si Mbok memberitahukan ada tamu yang menungguku ketika aku sedang mandi tadi. Dan menurut si Mbok, tamu itu belum pernah dilihat sebelumnya. memang tamu-tamuku sangat terbatas, dan jarang sekali teman-temanku datang menyambangiku di rumah. Karena mereka tahu, aku tidak suka jam istirahatku terganggu. Aku menikmati kesendirianku, dan aku merasa sangat menyenangkan.

Aku tak mau tamuku menungguku terlalu lama, siapa tahu dia membawa kabar penting yang akan di sampaikannya kepadaku. Bergegas aku keluar dari kamar dengan pakaian yang cukup pantas untuk menerima tamu. Sepertinya si Mbok telah menyediakan penganan seadanya, terlihat dari adanya piring di atas meja tamu. Aku tidak dapat melihat dengan jelas siapa tamuku, karena posisi duduknya membelakangi aku.

Kuhampiri tamuku, dan alangkah kagetnya aku. Ternyata tamuku adalah Bayu, dan si Mbok tentu saja tidak mengenalinya karena waktu Bayu rajin ke rumah ini sembilan tahun yang lalu, si Mbok belum bekerja di rumahku. Rasa tak percaya menghantuiku, tapi sebagai tuan rumah yang baik aku harus menyapanya.

“Apa kabar,Mas?” tanyaku basa-basi “baik” jawabnya pendek. Mengapa terasa kaku sekali, dimana keakaraban yang dulu pernah ada? Ternyata aku telah menjadi orang lain baginya dan dia telah menjadi orang lain bagiku. “Maaf, aku telah mengganggu waktu istirahatmu Fin. Aku datang kemari setelah memastikan bahwa kau masih sendiri. Aku ingin memohon ampun atas kata-kata kasarku yang pernah aku lontarkan kepadamu sembilan tahun yang lalu. Dan berharap aku masih di berikan kesempatan untuk menyambung kembali jalinan cinta kita yang pernah terjalin dulu. Salahku tidak  memberikan kesempatan padamu untuk menjelaskan semua alasanmu untuk meninggalkan aku. Setelah aku mengetahui semuanya sudah terlambat, kau telah pergi. Tiada henti penyesalanku atas tindakanku terhadapmu. Aku mohon kau sudi memaafkanku, sampai hari ini aku masih menunggumu dan berharap kau akan menerimaku kembali” katanya  sambil berlutut di depanku dan tanpa memberiku kesempatan untuk bertanya.

“Jika kau menungguku, kemana saja kau selama ini?  Sudah tiga tahun aku kembali, mengapa kau sama sekali tidak berusaha menemuiku?” tanyaku dengan rasa tak percaya.

“Setelah mengetahui kau telah pergi, aku begitu tertekan atas rasa bersalahku. berbulan-bulan kusesali semua kata-kata kasarku terhadapmu. Akhirnya orang tuaku mengirimkan aku melanjutkan sekolah kembali ke Jerman, dan baru seminggu yang lalu aku kembali ke  tanah air”. katanya menjelaskan. “Jadi, maukah kau menerimaku kembali, Fin”

Jika di antara dua hati masih tersimpan binar-binar cinta, masih tersimpan kerinduan, dan masih saling berharap apalagi yang perlu di pertimbangkan? Biarlah dua hati yang terpisah  selama sembilan tahun bersatu kembali menemukan dermaganya kembali.  Dengan hati mantap, Fina menganggukan kepalanya. Mereka telah menemukan pelabuhan terakhir. Bayu berdiri dan langsung memeluk Fina dengan erat, seolah tak akan melepaskannya walau sedetikpun jua, ahhhhhh……… indahnya cinta!
*****

0 komentar:

Posting Komentar