Selasa, 02 Juli 2013

Janji Mentari Pada Bulan dan Bintang

137200706547155739
“Ketika salah satu sisi kehidupan dihadapkan pada pilihan…
Manakala rasa cinta tumbuh di tengah persahabatan yang terjalin erat sejak masa kanak-kanak… Kumencintaimu… sementara ia pun mencintaiku…
Jika kuserahkan pada sang waktu demi mendapatkan jawaban atas kegundahan hatiku…
Sang waktu pasti akan lebih dulu mengurai ragaku sebelum kudapatkan jawaban sulit atas pilihan ini…
Ibarat pertempuran yang dahsyat di medan perang… demikianlah hari-hari kulalui dalam peperangan dengan egoku sendiri… Meski terurai dan terbentuk kembali dalam beberapa kehidupan pun… jika tetap kembali ke titik pilihan yang sama… Maka akan kuakhiri semua ini… dengan sebuah ketetapan hati.
Ketetapan hati yang berbalut perisai untuk membentengi ego… mengasahnya hingga bercahaya… dan tetap bersinar dalam hangatnya persahabatan…
Bukan mematikan rasa cinta yang ada di antara kita… melainkan menjadikannya tetap hidup… abadi dalam persahabatan di antara ia, kau dan juga diriku.
Inilah diary yang kutuliskan hanya pada lembar kiri dan kanan di lembar bagian tengah… kutuliskan saat ini… dan kuberharap bahwa akulah yang akan kembali ke langit lebih dulu daripada kalian… agar kalian dapat membacanya… kisah tentang peperangan hatiku.
Aku… Bintang.”
***
Di sebuah senja…
Wulan menyisir rambut panjangnya yang begitu hitam dengan jemari lentiknya sambil menatap Mentari penuh harap, wajahnya yang mulus menengadah menunggu jawaban Mentari atas tanya yang dilepasnya tadi. Baginya… Mentari selalu mempunyai jawaban apapun pertanyaan, Mentari yang selalu setia memberikan semangat padanya, yang selalu mengerti apa maunya, yang bagaikan wakil dari setiap inginnya. Mentari masih mematung menatap ombak yang berkejaran menabrak karang… ia membiarkan rambut ikal panjangnya yang agak pirang tertiup angin…
“Jadi aku harus bagaimana, Tari? Ayo dong bantu aku bagaimana caranya mengisyarakan pada Bintang kalau aku menyukainya”. Wulan merengek tak sabar untuk mendengar jawaban dari Mentari.
Mentari mencoba mengukir senyum walau sulit, rasa getir dipendam di sudut hatinya. Alhasil senyumnya mirip sebuah cengiran yang tak elok di pandang. Untunglah Wulan tak memperhatikan mimik wajah sahabatnya itu, dalam hatinya yang ada hanya jawaban Mentari. Anak manja itu tidak merasa perubahan wajah sahabatnya yang kontras kelabu.
***
Mentari, Wulan dan Bintang adalah tiga sahabat sejak kecil. Mereka dibesarkan dalam lingkungan yang sama, ketiganya bersekolah dari Taman Kanak-kanak sampai kuliah bersama-sama dalam satu sekolah. Yang membedakan ketiganya yaitu Mentari berambut Ikal dan selalu tegar dalam balutan kecantikannya, Wulan berambut lurus berawajah manis namun manja, sedangkan Bintang adalah sosok yang tampan, kalem namun berwibawa. Ajaib, dalam persahabatan mereka tak pernah ada pertengkaran yang berarti. Boleh dibilang, mereka layaknya bersaudara kandung. Saling menghibur kala salah satunya sedih, bahkan terkadang saling mengejek dalam canda tawa.
***
“Aku juga bingung, Lan. Bagaimana ya caranya, ilmu ini belum berhasil kupelajari”. Jawab Mentari mencoba berkelakar.
“Apakah kau tak pernah mencoba mengajuk hati Bintang? Buatlah semacam pernyataan yang terkesan bercanda dan Pelajari sikapnya terhadapmu.Kurasa boleh kau coba cara ini”. Lanjutnya lagi kepada Wulan.
Namun…
Jauh di relung hatinya yang terdalam, Mentari menahan rasa nyeri yang hanya diketahui olehnya. Bagaimana tidak, cara ini seharusnya ia yang harus menjalankannya, tapi terpaksa diberikan kepada Wulan. Bagaimana bisa ia menyaksikan wajah sedih Wulan yang setiap saat menari di pelupuk matanya? Biarlah Bintang bahagia dengan Wulan, ia akan senantiasa memberikan cahayanya pada Wulan untuk selalu bersama Bintang.
“Aku janji akan membantumu menyampaikan perasaanmu pada Bintang. Jangan khawatir aku akan melakukannya dengan halus dan tak akan menjatuhkan harga dirimu. Aku ikut bahagia jika Kau dan Bintang bersatu. Ingatlah aku bukan sekedar sahabat buat kalian, tapi lebih dari itu! Aku saudara bagimu, juga Bintang”. Imbuhnya tegar.
***
Janji Mentari pada Wulan biarpun berat tetaplah merupakan hutang yang harus ditepati. Begitu ada kesempatan yang tepat, mulailah dia mengajuk hati Bintang dan menyampaikan rasa khusus Wulan terhadap Bintang. Walau merelakan namun rasa ingin tahu Mentari membuatnya menunggu jawaban Bintang dengan perasaan tak karuan.
“Tari, jauh sebelum kau mengutarakan ini padaku sebenarnya aku sudah mengetahui rasa khusus Wulan terhadapku. Maafkan aku, aku pun menyimpan rasa khusus itu untuk seseorang, tapi bukan untuk Wulan. Rasa itu telah kuberikan kepada seseorang yang jika kupilih akan menghancurkan persahabatan kita. Kau mengerti maksudku, Tari?” Ucap Bintang sendu.
Mendengar jawaban yang merupakan isi hati Bintang membuat Mentari sebenarnya ingin menangis dalam pelukan Bintang… satu hal yang akhirnya hanya bisa ia tumpahkan di atas pembaringannya setiap kali malam menghakhiri senja kelabunya.
***
Nasib telah mempertemukan mereka bertiga dalam cinta yang pelik. Bintang yang bijak tidak menentukan salah satu dari sahabatnya untuk dijadikan pasangan hidup, walau mencintai Mentari begitupun sebaliknya. Mentari yang merelakan bintang untuk Wulan dan Wulan yang setia tetap mencintai Bintang. Mereka lebih memilih persahabatan dari pada ego pribadi. Saling memendam rasa.
***
Persahabatan sejati tidak memikirkan ego sendiri, rela berkorban demi sang sahabat walau harus mengorbankan diri sendiri. Sementara cinta sejati, adalah kebahagiaan menyaksikan orang yang dicintai berbahagia.
Ibarat Matahari, Bulan dan Bintang, sang Matahari dengan ikhlasnya membagi sinarnya kepada Bulan di malam hari, hingga Bulanpun dapat memancarkan sinarnya menemani kerlap-kerlip sang Bintang kala malam.
Mentari, Wulan dan Bintang mewakili Matahari, Rembulan dan Bintang.
Janji Mentari Pada Wulan dan Bintang. Janji yang membuat mereka selalu bersinar dalam terangnya persahabatan. Terabadikan hingga sang waktu dan Sang Terang mengurai mereka kembali menjadi cahaya-cahaya di luasnya semesta.
~000OOO000~
Sebuah Fiksi tentang Cinta di antara Persahabatan
Ilustrasi “Love_Light_Graffiti” dari loveletterdaily.com

~Kim Foeng dan Hsu~



0 komentar:

Posting Komentar