Selasa, 02 Juli 2013

Sembilan Tahun Kemudian


Jam dinding dalam ruanganku menunjukkan jam 12:00 tepat . Seraya bangkit dari tempat duduk, kuluruskan punggungku, terasa enakkan sedikit. Cacing-cacing dalam perutku sudah protes minta asupan makanan, ada yang menendang, meninju, bahkan joget-joget hingga menyebabkan perih dalam perutku. Maklum, tadi pagi karena bangun kesiangan aku tak sempat sarapan, makanya dari jam 11:00 tadi sinyal dari dalam perut sudah dikirim ke otakku.

Dengan tergesa kubereskan file-file di atas meja kerjaku, mengunci ruanganku dan segera meluncur mencari makanan favoritku, gado-gado. Ahhhh…… dalam kondisi lapar begini rasanya sandal di kecapin juga terasa enak, hahahaha… begitulah seloroh teman-teman kantorku jika menderita lapar yang akut.

Beruntung aku, kantin tidak begitu ramai kala aku sampai di sana. Masih banyak bangku kosong sehingga aku tak perlu bersusah payah berebutan dengan pemangsa yang lain. Langsung saja kuletakkan pantatku si salah satu kursi kosong yang kuanggap strategis , di pojok dan terhalang tembok penyanggah gedung.

Tak perlu menunggu lama pesananku telah diantar ke mejaku. Seraya mengucapkan terima kasih mulailah ritual santap menyantap kulakukan, tentu saja sebelumnya kuucapkan syukur atas makanan yang kudapat hari ini. Tak perduli dengan orang-orang di sekitarku yang kurasa makin banyak memenuhi ruangan kantin, kupindahkan gado-gado dari piring ke perutku. Ahhh….. nikmat rasanya.

Tinggal beberapa suap sisa gado-gado dalam piringku, tiba-tiba aku di kejutkan dengan jatuhnya bola bekel di dekat kakiku. Dengan segera kupungut bola itu sambil mencari siapa pemiliknya. Nampak olehku seorang anak perempuan berumur lebih kurang tiga tahun dengan rambut di kepang dua, sangat cantik dan pasti akan menimbulkan rasa suka bagi orang-orang yang memandangnya. Dengan langkah takut-takut ia datang menghampiriku seraya berkata “ tante, boleh Vimala minta bolanya? Maaf….. tadi nggak sengaja bolanya jatuh dan menggelinding ke tempat tante”.Ohh… rupanya nama anak cantik ini adalah Vimala!

 “ Tentu saja boleh, sayang…. “ kujawab seraya menyerahkan bola bekel ke tangan mungilnya. Rasanya ingin kumenahan anak itu untuk berlama-lama di dekatku, aku suka anak ini….entah mengapa timbul rasa sayangku terhadapnya. Ada apa ini, saudara bukan…, keponakan juga bukan , bahkan melihat saja baru hari ini. Tapi mengapa seolah aku mengenal bentuk wajah anak ini? Serasa tak asing bagiku, apakah sebelumnya aku pernah mengenalnya atau pernah bertemu dengannya tapi aku lupa kapan dan dimana?

Dari jarak beberapa meja di depanku terdengar panggilan wanita muda memanggil nama Vimala, ternyata wanita muda itu adalah ibu sang anak. Anak yang cantik lahir dari seorang ibu yang jelita memang sudah sepantasnya. Alangkah bahagianya wanita muda itu mempunyai anak yang cantik dan cerdas. Seketika aku membayangkan tentu sang ayah juga rupawan hingga menghasilkan anak yang semanis dan secantik Vimala. Tiba-tiba wanita muda itu menghampiri mejaku seraya berkata” maaf mbak, anak saya sudah mengganggu acara makannya” sambil tersenyum kujawab dengan ” tak apa, aku juga sudah selesai makan, kok”.

Sebelum ibu dan anak meninggalkan mejaku tiba-tiba kudengar suara seorang laki-laki “ ma, sudah selesai makannya? Ayoo kita pulang, sebentar lagi nampaknya akan turun hujan”. 

Mendengar suara ini membuat tubuhku bergetar, aku sangat mengenal suara ini sembilan tahun yang lalu, tapi mungkinkah….. atau di dunia ini ada dua orang memiliki suara yang sama, tidak mustahil bukan? Segera kutoleh kearah datangnya suara tadi. Oh My God, ternyata dia……., dia yang selama sembilan tahun kucari dan dia yang telah berjanji denganku untuk bertemu setelah sepuluh tahun dari tanggal perjanjian kami, kini hanya tinggal setahun lagi batas perjanjian itu akan selesai.

 Selama ini aku terus menunggu sambil berharap penantianku tak sia-sia, tinggal setahun lagi aku akan bertemu dengannya dan merajut kembali hubungan kami yang sempat terjalin di usia yang masih ingusan ,dimana waktu itu kami dianggap oleh para orang tua belum pantas untuk merajut sepotong kasih. Dengan tekad bulat dan keyakinan tinggi kami buat perjanjian untuk bertemu sepuluh tahun kemudian dalam kondisi apapun. Karena aku percaya akan keteguhan hatinya, akupun dengan setia menjaga hatiku untuknya. Tak sekalipun kubuka sepotong hatiku untuk orang lain.

Sempat kulihat wajah laki-laki itu terkejut menatapku seolah tak percaya . Terlanjur sakit hati ini kurasa, dengan langkah gontai kulangkahkan kakiku meninggalkan kantin. Berusaha nampak gagah seolah tak terpengaruh dengan kehadiran laki-laki itu, kutegakkan tubuhku dan melangkah dengan gagah. Aku tak ingin terlihat seperti seorang pecundang! Tak kupedulikan teriakannya memanggil namaku. Aku telah patah hati, yach…..aku patah hati! Mana keteguhan hati yang kau ucapkan dulu,…….. mana janji setia yang kau yakinkan kepadaku saat itu?

Sungguh sulit aku menjalani hari ini, semua konsentrasiku buyar. Pekerjaan yang tadinya harusnya rampung hari ini, menjadi mentah tak tersentuh. Tuhan, hari ini Engkau telah menjawab penantianku selama ini. Kau sadarkan aku sebelum waktu penantianku sampai pada batas yang kami janjikan. Walau terasa berat , toh kehidupan tetap harus berjalan, bukan? Tolong , berikan aku kekuatan untuk terus melanjutkan kehidupanku….ahh…. dunia belum berhenti berputar, aku harus bangkit….aku harus kuat dan aku percaya Engkau merencanakan yang terbaik untukku.

Setelah berminggu-minggu aku tenggelam dalam kegundahan dan kesedihan yang melumpuhkan seluruh semangatku, akhirnya aku berpikir tak ada gunanya kesedihan ini kuratapi. Benar para orang tua kami dulu mengatakan masih banyak yang akan terjadi dengan kami dalam rentang waktu sepuluh tahun, dimana usia kami waktu itu masih sangat labil. Yang pasti dia bukan diciptakan untukku, ada wanita lain yang di gariskan menjadi pasangannya, dan aku harus berjuang melanjutkan kehidupanku. ” …….maka disinilah aku berdiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok…..“ dan ku yakin akupun akan menemukan seseorang yang akan menjadi pasangan hidupku kelak ,yang akan membimbingku serta mendampingiku dalam suka maupun duka, bersama denganku meniti sisa hari-hari yang di berikanNya untukku. 

Cukup sudah penantianku selama ini, ternyata telah kusia-siakan waktuku hanya untuk menanti seseorang yang tidak mengharapkanku menjadi pendampingnya. Tapi aku tidak menyesal melakukan itu, perasaan seseorang tak akan mampu dikontrol oleh orang lain, hanya pemiliknyalah yang mampu mengendalikannya, aku berjanji dalam hatiku akan kulupakan engkau dihari-hariku selanjutnya dan akan kubuka pintu hatiku lebar-lebar untuk menerima laki-laki lain . Biarlah kubungkus semua kenangan tentang kita rapat-rapat dan kuletakkan disudut hatiku yang paling dalam serta berharap bungkusan itu tidak akan mengusik kehidupanku selanjutnya. Semoga aku di berikan kemudahan untuk itu ,dengan di dampingi orang-orang yang menyayangiku, ku yakin aku akan kuat.

******\
Dua tahun kemudian, di ruangan tamu rumahku telah lengkap berkumpul seluruh anggota keluargaku, malam ini keluarga kami akan kedatangan tamu agung. Mas Kemal akan membawa kedua orang tuanya untuk melamarku. Dia laki-laki yang baik dan menyayangiku dengan tulus. Bersamanya, kuletakkan semua harapanku untuk menjalani kehidupanku selanjutnya. Semoga Tuhan mempermudah jalan kami ke depan.

0 komentar:

Posting Komentar