Selasa, 02 Juli 2013

Anak Kampung Menggapai Harapan




Pagi ini cuaca mendung, semendung hatiku saat ini. Sedih dan khawatir karena mulai hari ini, tepatnya beberapa jam lagi aku harus berpisah dengan kampung halamanku. Bukan hanya itu saja, aku akan kehilangan kehangatan dari semua anggota keluargaku, orang-orang yang kusayangi dan juga menyayangiku. Mama, papa dan saudara-saudaraku, kumohon doa kalian agar aku dapat melewati semua tantangan yang terbentang di depanku. Sesuatu yang aku sendiri tak dapat mengira-ngira seperti apa yang akan kuhadapi di kota yang kata orang sebagai gudang sejuta harapan ” Jakarta”

Kupandangi sekelilingku seolah ingin merekam semua yang nampak di sekitarku , kan ku ingat dalam anganku jika suatu hari kelak aku merindukan suasana seperti ini. Bagaimana pun juga di sinilah tempat aku dilahirkan, dibesarkan, bersekolah dan menghabiskan waktuku belasan tahun hingga sekarang. Begitu banyak kenangan  yang terjadi dan tersimpan di tempat ini. Dan sekarang  aku harus terbang ke tempat asing yang sama sekali belum pernah kuinjakkan kakiku di sana. Kubulatkan tekadku jika aku kembali nanti, aku tak ingin menjadi seorang yang gagal.
************
Raungan pesawat mewakili jeritan dalam hatiku, lebih kurang satu jam lagi aku harus berkata ” selamat tinggal kampung halamanku dan orang-orang yang kusayangi dan selamat menantikanku wahai kota sejuta harapan.” Harapan yang bagaimanakah akan menantikanku di sana nantinya?. Kuharap kau sedikit ramah padaku, si anak kampung yang belum memiliki pengalaman apa-apa, yang terpaksa harus meninggalkan kampung halaman demi memenuhi harapanku, juga harapan orang tuaku untuk menggapai cita-citaku.
*****
Kujejakkan kakiku pertama kali di kota sejuta harapan, terasa asing. Sesaat kebingungan dan kekhawatiran menghantui, akan bagaimana nantinya aku di sini, apakah aku sanggup menjalani hari-hariku tanpa orangtuaku? Berbagai pertanyaan seolah memenuhi otakku, dan semua itu membuatku takut. Mama, papa, tolong aku…. Anakmu yang tidak pernah jauh dari kalian, sekarang terdampar di kota asing, sendirian…..! Aku masih membutuhkan bimbingan kalian agar aku tidak salah langkah. Jika aku sakit atau sedih kepada siapa kuharus membagi rasa sakit dan semua duka yang kurasakan? Duh…. Gusti, aku ingin pulang…. aku takut! Pulang…… aku ingin pulang, mama!
*****

Malam ini adalah malam pertama aku tidur di tempat asing, masih kurasakan kamarku di kampung walau harus berbagi tempat tidur dengan adik-adikku tetap saja aku merasa lebih menyenangkan. Dulu…. Aku sering bertanya dalam hati, ” kapan aku mempunyai kamar sendiri, sehingga semua privacyku tidak terganggu?”. Tapi sekarang….. aku menyesali keinginanku itu, jika dapat memilih tentu akan memilih berbagi kamar dengan adikku daripada sendiri di sini, terasa asing dan sepi! Semua kenangan di kampung melintas satu persatu, ah…. aku kangen kalian semua, kampungku, mama, papa dan adik-adikku!

Air mata tak henti mengalir membasahi wajahku, ku coba menghalau semua kesedihan dengan membayangkan masa depanku harus ku mulai dari kota ini, kota sejuta harapan, ” maka disinilah aku sendiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok…”. Ya…. Semoga aku tidak mengecewakan harapan orang tuaku, harapanku dan harapan orang-orang yang kusayangi. Aku tahu itu tak mudah, tapi bagaimanapun juga sudah terlanjur kubawa langkah kakiku ke sini, apapun yang terjadi akan kuhadapi.
*****
Suatu siang dua bulan  kemudian, di sebuah gedung berlantai delapan di bilangan Jakarta Barat, dengan kaki gemetar kulangkahkan kakiku memasuki ruangan kantor sambil mendekap map yang telah kusiapkan lengkap dengan surat lamaran serta CVku. Menunggu panggilan dari dalam sebuah ruangan yang kurasakan sangat menyiksa, seolah menunggu saat-saat dimana akan ada seseorang yang akan menjagal leherku…( Seseram itukah….? ) Toh yang kuhadapi masih sesama manusia, sama-sama makanan pokonya adalah nasi. Diterima syukur, kalau tidak ……akan ku coba di tempat lain. Tak perlu rasa nervous ini kupelihara, “ayo…. Semangat dan pupuk rasa percaya dirimu!”  kuhardik diriku.

Akhirnya semua prosesi yang panjang itu berakhir juga dan aku berhasil menjadi salah satu karyawan di perusahaan itu. Bergabung dengan sebuah perusahaan importir, tempat kupenuhi harapanku, dan harapan orang-orang yang menyayangiku.

Mama, papa… inilah aku saat ini, anak kampung yang mencoba menggapai harapan. Doa kalian selalu kuharapkan untuk menjalani hari-hariku selanjutnya, menjawab semua tantangan yang terbentang di depan mataku dan kuyakin itu tidaklah mudah. Semoga aku berhasil memenuhi harapan kalian dan menggapai semua angan-anganku.

Tidak sedikit masalah dan rintangan yang kuhadapi diawal bergabungnya aku di perusahaan tempatku bekerja. Memang…. aku mengalami kesulitan  dalam beradaptasi dengan orang-orang baru, aku tak pandai berinteraksi dengan para senior yang tidak semuanya welcome padaku. Bahkan ada beberapa senior yang memandang rendah diriku, si anak kampung yang memang tidak punya keistimewaan apa-apa, tapi aku punya satu tekad untuk bekerja dengan sebaik yang aku bisa.  Aku tak ingin selamanya dianggap sebagai orang yang tidak punya kemampuan apa-apa. Belajar dan terus belajar kulakukan tanpa henti, hingga aku dianggap cukup setara dengan yang lainnya dan tak ada lagi pandangan merendahkan yang ditujukan padaku.
************
Suatu sore 10 tahun kemudian,….. di suatu ruangan gedung berlantai delapan aku duduk menghadapi laptop. Lelah sekali rasanya setelah menjalani aktivitasku seharian. Jam dinding dalam ruanganku menunjukkan jam lima tepat.  Ruangan di depan telah kosong ditinggal pemiliknya, begitulah kebiasaan di kantorku dan sekarang tinggal aku sendiri dalam ruanganku. Sudah saatnya aku berkemas untuk pulang, kedua buah hatiku tentu sudah tak sabar menantikanku di rumah. Sabar ya…….. sayang, sebentar lagi mama pulang. Kurindu celotehan si kecil  yang selalu meyambutku di depan pintu jika aku pulang, memelukku dan menarik tanganku untuk masuk ke rumah seolah ingin mengatakan ” nah… mama sudah sampai di rumah, berarti mama seutuhnya milik kami”. ahhh…..anak-anakku, mama kangen kalian

Sebelum aku menutup laptopku, sempat kubuka sebuah blog keroyokan favoritku ” Kompasiana” dimana aku dapat menjalin persahabatan dengan teman-teman dunia maya terutama warga Desa Rangkat. Sebuah Desa yang unik, menawarkan keakraban menebarkan persahabatan yang belum pernah kutemui dalam dunia nyata.

Wowww…. Ada undangan dari mas Hans, Aa kades Desa Rangkat. Beliau mengadakan “Rangkat Menulis(Ramen)”, walau aku belum pernah menulis cerpen ( biasanya hanya puisi dan catatan harian) kuberanikan diri mencoba untuk meramaikan acara ini demi dedikasiku terhadap Desa Rangkat yang telah menerimaku sebagai salah satu warganya. Terima kasih undangannya pak Kades Desa Rangkat, semoga tulisanku tidak mengecewakan kalian semua.
***********
Di tulis saat antri di sebuah RS di bilangan  Jakarta Utara, Tanggal 10 Oktober 2012

0 komentar:

Posting Komentar