Sabtu, 15 Juni 2013

(BF) Si bapak Tanpa Nama


Sumber gambar : wisreinia.blogspot.com
Seperti hari-hari biasanya, pagi inipun aku melewati jalan itu. Jalan menuju kantor yang kulalui saban harinya. Biasanya kujumpai dia duduk di sudut emperan gedung bekas sebuah bank  yang kurang terawat. Sebuah bank swasta yang cukup punya nama di era 90-an.

Mataku dari jauh  mencari-cari sosoknya.  Rasaku ada yang hilang sejak beberapa hari ini tidak melihatnya. Sakitkah dia atau dia sudah pindah ke tempat lain? Seingatku hari terakhir berjumpa dengannya dia nampak sehat walau hanya duduk diam tanpa suara dan tanpa bicara.

Sapaan bapak pedagang tas membuka jalan bagiku untuk menuntaskan rasa penasaranku. Diawali  dengan sebuah senyuman kubalas ucapan selamat pagi pak Ito “ pagi pak. Semoga hari ini laris, ya”. Kemudian dibalas olehnya dengan “Alhamdulillah, mbak”.


“Kok sudah 3 hari bapak yang biasanya duduk di samping nggak kelihatan, pak. Ke mana ya dia?” kulontarkan pertanyaan yang sudah mengendap 3 hari.
“ Nggak tahu juga, mbak. Terakhir sih kelihatannya dia sehat” jawab pak Ito. “
“Apa mungkin pindah tempat ya, pak” kulontarkan lagi rasa penasaranku seolah ingin memastikan bahwa itulah yang benar dan sesuai harapanku. 

Aku memang tidak begitu mengenal mereka secara dekat. Hanya saja aku merasa mereka sudah menjadi bagian dari kehidupanku setiap harinya. Seperti pak Ito, sudah lebih dari 5 tahun menggelar dagangan di emperan gedung itu. 

Teringat awal perkenalanku dengan pak Ito, laki-laki asal  Sumatera itu Nampak ketakutan ketika mobil rombongan kamtib membersihkan dagangan teman-temannya di sekitar daerah itu. Dengan lemas dan tak berdaya pak Ito  terlihat pasrah. Sementara aku yang menyaksikan peristiwa itu terenyuh tanpa berbuat apa-apa.

Dengan upaya terakhir, kuteriakan pada pak Ito “ cepetan pak, selamatkan barang dagangan bapak. Sini saya bantu!”  Kebetulan saat itu pak Ito menggelar dagangannya beralaskan karung, itu memudahkan kami segera menggotong tas-tas yang di atasnya dan menyembunyikannya ke tempat yang aman.
Rasa  terima kasih terucap lewat bibir pak Ito,  tidak seberapa jika dibandingkan  dengan kebahagiaanku dapat menolongnya. Aku menghargai upaya mereka untuk mencari rejeki yang halal. Daripada mereka mencuri, merampok atau melakukan tindakan kriminal lainnya untuk menghidupi anak istrinya. Biarlah mereka berdagang dan sedikit melanggar aturan karena di trotoar yang mungkin akan mengganggu pejalan kaki lainnya.

“Mbak ada keperluan apa mencari ‘si bapak’?” pertanyaan pak Ito menyadarkanku.
“Ah… nggak pak, hanya heran saja. Tidak biasanya ‘si bapak’ absen sampai 3 hari. Semoga saja bukan karena sakit ya, pak?” jawabku seraya mencari dukungan akan harapku. 

‘Si bapak’  adalah seorang pengemis yang cacat, tidak dapat melihat dan juga tidak bisa berjalan. Seseorang bagian dari komunitas kita yang kurang beruntung nasibnya. Setiap hari, bertahun-tahun, selalu setia duduk beralaskan Koran menadahkan tangannya. Mengharap belas kasih orang-orang yang lewat. Sempat kubayangkan tak penatkah ia mengangkat tangan begitu lama? Sedang jika kupraktekkan setengah jam saja, aku tak akan  sanggup.

“Terima kasih” imbalan atas sesuatu yang diterimanya serasa sangat merdu di telingaku kala aku membagi sebagian kecil dari isi dompetku. Biasanya kubalas dengan senyuman, walau aku tahu si bapak tak akan bisa melihatnya. 

Tiga hari tak melihatnya, terasa ada yang lain dalam hari-hariku. Tak ada yang dapat kulakukan untukmu ‘bapak’ selain mendoakanmu “semoga engkau baik-baik saja, di manapun engkau berada saat ini”. Tak ada keterikatan apapun antara engkau dan aku, tapi kata hati kecilku “Aku berempati denganmu” walau tak dapat membantumu.

*****

Kita sering merasa bahwa diri kita adalah orang yang paling sengsara, cobalah tengok di bawah. Banyak sekali orang-orang yang lebih kurang beruntung dari kita. Maka bersyukurlah apa yang telah kita dapati saat ini. Paling tidak Tuhan telah memberikan kelebihan pada kita dengan anggota tubuh yang lengkap dan sempurna.

oooooOOOooooo


Untuk membaca karya peseta lain silahkan menuju Akun  FiksianaCommnuity

0 komentar:

Posting Komentar