Pic : make1click.com |
“Wi,….Wiwi, kemari sebentar nak” terdengar suara
lembut wanita itu dari ruang tengah rumah kami. Rumah yang telah kami huni,
tepatnya aku huni sejak umurku 5 tahun. Sebuah rumah yang sederhana,
tidak terlalu besar dan tidak bisa disebut kecil juga. Rumah kami berpenghuni 5
orang, dengan 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi. cukup memadai untuk sebuah
rumah yang sehat. Aku menempati kamar sendiri, sedang kedua adikku Anita dan
Barina menempati kamar lainnya.
“Ya, ma. Sebentar ya, Wiwi bereskan buku dulu”
jawabku dari dalam kamar. Kutahu tadi mama pamit keluar , tapi tak
mengatakannya mau ke mana? Cukup lama juga perginya mama, kalau tak salah lebih
dari satu jam. Tak biasanya mama pergi tanpa kami selama itu, kecuali ada hal
penting yang beliau tak ingin kami ketahui. Mama adalah wanita yang sangat
menghargai waktu, mama tak suka ngerumpi dengan tetangga yang kebanyakan
ngurusin urusan orang lain.
Bergegas aku keluar kamar setelah selesai
merapikan bukuku. Sempat kudengar suara kresekan kantong plastik belanjaan.
Ternyata mama belanja, pantas perginya lumayan lama. Memang beberapa hari lagi
adalah Hari Raya Imlek 2564 , yang jatuh pada tanggal 10 Pebruari
2013. Menurut tradisi, bagi mareka yang mampu kalau bisa
mengenakan segala sesuatu yang baru, misalnya baju dan alas kaki. “Tak perlu
mahal, yang penting baru”…. itu yang sering papa katakan pada kami.
“Wi, ayo pilih mana baju-baju ini yang kamu
suka?” ucap mama begitu melihatku keluar dari kamar. Memang selalu begitu
perlakuan mama terhadapku. Aku selalu nomor satu, baik itu masalah baju maupun
hal-hal lain. Dulu waktu adik-adik masih kecil mungkin tidak menjadi masalah,
tapi sekarang mereka sudah remaja. Sedikit banyak mereka akan bertanya-tanya
dan bahkan menganggap mama pilih kasih. Memang ukuran baju kami bertiga
hampir sama, walaupun aku lebih tua dari mereka. Anita yang selisih 6 tahun
dariku dan Barina lebih muda 2 tahun dari Anita.
“Ma, kali ini biar Anita yang pilih duluan, Wiwi
yang terakhir saja. Selama ini sudah cukup Wiwi selalu yang pertama, kasihan
adik-adik , ma. Beri mereka kesempatan menjadi pemilih pertama” Biasanya
mama akan menjawab permitaanku dengan alasan itu-itu saja. ” Wiwi kan
anak paling tua, jadi berhak sebagai pemilih pertama”
Tapi kali ini tidak sepatah kata pun yang keluar
dari bibir wanita anggun itu. Mama hanya diam menatapku, entah apa yang ada
dalam pikiran wanita yang kukasihi itu. Sungguh, aku tak ingin menyakiti
hatinya walau secuil sekalipun. Mama, menunduk seolah kecewa dengan
penolakanku.
Tak tega aku melukai hati wanita itu, wanita yang
luar biasa jasanya terhadapku dan papaku. Kuhampiri dia, dan memeluknya
sambil berbisik ” mama, Wiwi sayang mama”. Kulihat mama berusaha
menghapus airmatanya dengan jemarinya. “jangan ragukan cinta mama
terhadapmu, anakku. Mama menyayangimu dengan tulus” ucap mama sambil
membalas pelukanku. Ahhh…. mama, maafkan aku.
*****
Kuingat kala itu di suatu sore, umurku
saat baru menginjak 4 tahun lebih. Aku berlari menyambut papa yang baru
pulang, sampai teriakan bibi yang mengkhawatirkanku tak kuhiraukan. Tetapi
terpaksa gerak kedua kaki mungilku terhenti, sebab papa ternyata tidak pulang
sendiri melainkan beliau membawa seorang wanita di sampingnya. siapakah wanita
itu, jangan-jangan…… apa yang kutakutkan selama ini menjadi kenyataan?
“Ibu Tiri” sosok yang menakutkan
bagiku! Banyak cerita yang kudengar tentang kejamnya ibu tiri yang suka
menyiksa anak tirinya. Belum lagi cerita film di televisi yang kutonton.
Walau masih kecil waktu itu, aku mengerti sedikit banyak tentang ‘trade
mark‘ seorang ibu tiri.
Menurut cerita papa, mama kandungku meninggal
dunia saat melahirkanku. Mama masih sempat melihat wajahku, sebelum
menghembuskan napas terakhirnya. Tetapi aku, aku tak pernah melihat raut wajah
dan merasakan kasih sayang ibu kandungku. Aku terlahir sebagai anak piatu!
Masih beruntung nasibku, karena ada bibi (adik
papa) yang bersedia menjaga dan merawatku kala papa harus bekerja. Waktu itu
bibi Sandra belum menikah, jadi beliau punya banyak waktu untuk mengurusiku.
Ya…. bibi Sandra menjaga dan mengurusiku hingga papa menikah kembali dengan
wanita yang dibawanya sore itu. Dialah yang saat ini kupanggil ‘mama’.
Seorang wanita yang tulus menyayangiku, layaknya
anak kandung sendiri. Tiada perbedaan kasih sayang yang merugikanku. Mama
selalu menomorsatukan aku dibandingkan anak kandungnya sendiri, Anita dan
Barina. Walaupun dengan alasan itu-itu saja yaitu, hak istimewaku
sebagai anak tertua. Mama telah mendobrak persepsi sebagian besar masyarakat
kita tentang sosok ibu tiri yang kejam. Inilah mamaku, seorang
ibu tiri tapi memberikan aku kasih sayang dan cinta kasih seorang ibu kandung.
*******
Cerita tentang ibu tiri yang kejam sudah
sering kita baca, dan kita dengar. Akan tetapi kasih sayang seorang ibu tiri
terhadap anak tirinya masih agak asing. Cerita ini saya tulis untuk menyambut :
Hari Raya Imlek 2564 yang jatuh pada tanggal 10 Pebruari 2013 dan Hari
Valentine, 14 Pebruari 2013.
Kepada teman-teman yang merayakannya saya ucapkan
:
Pic : eklena.blogspot.com |
HAPPY LUNAR NEW YEAR 2564 ( GONG XI FAT CHAI 2564 ),
Dan
HAPPY VALENTINE’S DAY ( 14 PEBRUARI 2013)
*****
0 komentar:
Posting Komentar