Sabtu, 15 Juni 2013

Ibu Tiriku Adalah Ibu Kandungku


Pic : make1click.com

“Wi,….Wiwi, kemari sebentar nak” terdengar suara lembut wanita itu dari ruang tengah rumah kami. Rumah yang telah kami huni, tepatnya aku huni sejak umurku 5 tahun.  Sebuah rumah yang sederhana, tidak terlalu besar dan tidak bisa disebut kecil juga. Rumah kami berpenghuni 5 orang,  dengan 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi. cukup memadai untuk sebuah rumah yang sehat. Aku menempati kamar sendiri, sedang kedua adikku Anita dan Barina menempati kamar lainnya.


“Ya, ma. Sebentar ya, Wiwi bereskan buku dulu” jawabku dari dalam kamar. Kutahu tadi mama pamit keluar , tapi tak mengatakannya mau ke mana? Cukup lama juga perginya mama, kalau tak salah lebih dari satu jam. Tak biasanya mama pergi tanpa kami selama itu, kecuali ada hal penting yang beliau tak ingin kami ketahui. Mama adalah wanita yang sangat menghargai waktu, mama tak suka ngerumpi dengan tetangga yang kebanyakan ngurusin urusan orang lain.

Bergegas aku keluar kamar setelah selesai merapikan bukuku. Sempat kudengar suara kresekan kantong plastik belanjaan. Ternyata mama belanja, pantas perginya lumayan lama. Memang beberapa hari lagi adalah Hari Raya Imlek 2564 , yang jatuh pada tanggal 10 Pebruari 2013. Menurut tradisi, bagi mareka yang mampu kalau bisa mengenakan segala sesuatu yang baru, misalnya baju dan alas kaki. “Tak perlu mahal, yang penting baru”…. itu yang sering papa katakan pada kami.

“Wi, ayo pilih mana baju-baju ini yang kamu suka?” ucap mama begitu melihatku keluar dari kamar. Memang selalu begitu perlakuan mama terhadapku. Aku selalu nomor satu, baik itu masalah baju maupun hal-hal lain. Dulu waktu adik-adik masih kecil mungkin tidak menjadi masalah, tapi sekarang mereka sudah remaja. Sedikit banyak mereka akan bertanya-tanya dan bahkan menganggap mama pilih kasih.  Memang ukuran baju kami bertiga hampir sama, walaupun aku lebih tua dari mereka. Anita yang selisih 6 tahun dariku dan Barina lebih muda 2 tahun dari Anita.

“Ma, kali ini biar Anita yang pilih duluan, Wiwi yang terakhir saja. Selama ini sudah cukup Wiwi selalu yang pertama, kasihan adik-adik , ma.  Beri mereka kesempatan menjadi pemilih pertama” Biasanya mama akan menjawab permitaanku dengan alasan itu-itu saja.  ” Wiwi kan anak paling tua, jadi berhak sebagai pemilih pertama”

Tapi kali ini tidak sepatah kata pun yang keluar dari bibir wanita anggun itu. Mama hanya diam menatapku, entah apa yang ada dalam pikiran wanita yang kukasihi itu. Sungguh, aku tak ingin menyakiti hatinya walau secuil sekalipun. Mama, menunduk seolah kecewa dengan penolakanku.

Tak tega aku melukai hati wanita itu, wanita yang luar biasa jasanya terhadapku dan papaku. Kuhampiri  dia, dan memeluknya sambil berbisik ” mama, Wiwi sayang mama”.  Kulihat mama berusaha menghapus airmatanya dengan jemarinya. “jangan ragukan cinta mama terhadapmu, anakku. Mama menyayangimu dengan tulus” ucap mama sambil membalas pelukanku. Ahhh…. mama, maafkan aku.

*****

Kuingat  kala itu di suatu sore, umurku saat  baru menginjak 4 tahun lebih. Aku berlari menyambut papa yang baru pulang, sampai teriakan bibi yang mengkhawatirkanku tak kuhiraukan. Tetapi terpaksa gerak kedua kaki mungilku terhenti, sebab papa ternyata tidak pulang sendiri melainkan beliau membawa seorang wanita di sampingnya. siapakah wanita itu, jangan-jangan…… apa yang kutakutkan selama ini menjadi kenyataan?

Ibu Tiri” sosok yang menakutkan bagiku!  Banyak cerita yang kudengar tentang kejamnya ibu tiri yang suka menyiksa anak tirinya. Belum lagi cerita film di televisi  yang kutonton. Walau masih kecil waktu itu, aku mengerti sedikit banyak tentang ‘trade mark‘ seorang ibu tiri.

Menurut cerita papa, mama kandungku meninggal dunia saat melahirkanku. Mama masih sempat melihat wajahku, sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Tetapi aku, aku tak pernah melihat raut wajah dan merasakan kasih sayang ibu kandungku. Aku terlahir sebagai anak piatu!

Masih beruntung nasibku, karena ada bibi (adik papa) yang bersedia menjaga dan merawatku kala papa harus bekerja. Waktu itu bibi Sandra belum menikah, jadi beliau punya banyak waktu untuk mengurusiku. Ya…. bibi Sandra menjaga dan mengurusiku hingga papa menikah kembali dengan wanita yang dibawanya sore itu. Dialah yang saat ini kupanggil ‘mama’.

Seorang wanita yang tulus menyayangiku, layaknya anak kandung sendiri. Tiada perbedaan kasih sayang yang merugikanku. Mama selalu menomorsatukan aku dibandingkan anak kandungnya sendiri, Anita dan Barina.   Walaupun dengan alasan itu-itu saja yaitu, hak istimewaku sebagai anak tertua. Mama telah mendobrak persepsi sebagian besar masyarakat kita tentang sosok ibu tiri yang kejam. Inilah mamaku, seorang ibu tiri tapi memberikan aku kasih sayang dan cinta kasih seorang ibu kandung.

*******

Cerita tentang ibu tiri yang kejam sudah sering kita baca, dan kita dengar. Akan tetapi kasih sayang seorang ibu tiri terhadap anak tirinya masih agak asing. Cerita ini saya tulis untuk menyambut : Hari Raya Imlek  2564 yang jatuh pada tanggal 10 Pebruari 2013 dan Hari Valentine, 14 Pebruari 2013.

Kepada teman-teman yang merayakannya saya ucapkan :
Pic : eklena.blogspot.com

HAPPY LUNAR NEW YEAR 2564   ( GONG XI  FAT CHAI 2564 ),

Dan

HAPPY VALENTINE’S DAY ( 14 PEBRUARI 2013)
*****

0 komentar:

Posting Komentar