Kutatap
rinai hujan lewat jendela kamarku, titik-titik air jatuh saling
berebutan meninggalkan jejak di teras rumah. Ahhhh… Selalu saja perasaan
ngilu itu datang setiap kali kutatap jatuhnya titik hujan. Mataku tak
lepas dari pucuk-pucuk daun yang luruh oleh hempasan angin, titik-titik
hujan ikut menampar hijaunya, mengapa hati ini jadi perih? ahhhh…. daun
itu luruh! Luruh tanpa sedikitpun mampu mempertahankan diri!
Tidak…..aku Fina Ananta! Aku tidak akan selemah daun, aku bukan daun…..
Bayanganku lari pada sembilan tahun yang lalu. Dia,… Bayu Subrata,
laki-laki gagah yang mengisi ruang hatiku.
Ku
terduduk diam dengan memeluk kedua lututku. Kenangan itu seolah baru
kemarin terjadi…… Begitu sakit dan membekas dalam hatiku, entah saat ini
dimana engkau berada. Apakah sama denganku, sedang menikmati turunnya
hujan? Mengapa kita tak menemukan pemahaman yang sama waktu itu, padahal
jika kau dan aku tidak meninggikan emosi, tentu perpisahan kita tidak
terjadi.
Saat
ini, tepatnya hari ini… sembilan tahun sudah kejadian itu terjadi. Hari
demi hari ku lalui dengan beban berat. Di saat aku butuh engkau di
sampingku malah aku kehilanganmu. Tak dapatkah kau bersabar menanti
penjelasanku atas keputusan yang kuambil? Mengapa kau malah menuduhku
egois dan tidak memikirkanmu?
Rasanya
percuma kebersamaan yang telah kita jalanin selama tiga tahun, jika kau
belum mengerti apa dan bagaimana diriku. Pernahkah selama ini aku
bersikap egois menomor duakan dirimu? Kau prioritasku dan itu maumu
selama ini! Jika sampai aku mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan
keinginanmu, pasti ada alasan kuat sebagai penyebabnya.
Masih
terngiang jelas kata-kata yang kau lontarkan kepadaku saat hujan di
rumahku sembilan tahun lalu. Teriakanmu yang lantang menuduhku hanya
mengejar materi dan menyepelekan hubungan kita. Sakit….teramat sakit….!
Apakah kau tahu mengapa aku mengambil keputusan untuk berpisah jauh
dengan keluargaku, ibu yang ku sayangi dan adikku, Maya? Juga engkau
yang telah mamberi warna dalam hidupku selama 3 tahun belakangan ini?
Itu aku terpaksa, sayang! Aku terpaksa melakukannya karena aku
membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengobati sakit yang diderita
ibuku, ibu yang telah melahirkanku, membesarkanku, mendidikku hingga
seperti sekarang ini, memberikan aku kehidupan dan membiayaiku setelah
bapak meninggalkan kami. Apakah ada pilihan lain yang lebih baik
menurutmu?
Tapi
tanpa mau mendengar penjelasanku, kau pergi meninggalkan rumahku.
Dengan hati hancur ku kejar engkau hingga di halaman rumahku walau hujan
dan petir menggelar saat itu, tidaklah membuatku lebih kaget mendengar
tuduhanmu padaku.
“Kau perempuan matre, mengejar materi dengan mengorbankan orang-orang yang katanya kau cintai. Apakah kau pikir aku bisa kau bodohi seperti yang lain? Aku tahu aku bukan laki-laki yang dapat memberi materi berlimpah padamu, jadi…. Silahkan kau pergi sesukamu, kejar semua yang ingin kau kejar dan puaskan dirimu dengan materi yang kau dapat. Aku jijik melihatmu!”
Kata-katamu
pedas dan tajam menusuk tepat di ulu hatiku, menyebabkan luka yang
teramat lebar, berdarah bahkan bernanah! Jadi… Selama ini begitu
penilaianmu terhadapku? Kecewa dan sakit hati membuatku membiarkan kau
pergi tanpa sanggup membela diri dan mengatakan alasanku meninggalkanmu.
Sekarang,
sudah tiga tahun aku kembali ke rumah. Walaupun ibu sudah tak ada, tapi
aku tidak menyesal, paling tidak karena pengorbananku kala itu ibu
masih di beri kesempatan hidup lebih lama dari vonis dokter waktu itu.
Aku rela mengorbankan apapun untukmu ibu, termasuk kehilangan kekasih
hatiku. Operasi pertama di nyatakan sukses di laksanakan dengan biaya
dariku. Dan Maya, adikku dapat melanjutkan sekolahnya tanpa ketakutan
mendapat teguran dari gurunya setiap bulan, karena belum bayar spp.
Ibu,
walaupun engkau meninggakanku juga akhirnya, itu karena takdir Tuhan
memang harus kita jalani. Aku tahu, ibu menyesali semua kesedihan yang
harus ku tanggung, dan aku mengerti ibu lebih sakit lagi melihatku
menderita. Aku kuat ibu, anakmu bukan seorang wanita lemah! Anakmu akan
bangkit dari keterpurukan dan dunia tak akan berhenti beputar dengan
hilangnya seorang kekasih!
Ibu,
tenanglah engkau di sana. Sekarang anakmu sudah mampu berdiri sendiri
dan akan berusaha menatap dunia dengan kacamata berbeda. Optimis dan
berani menantang kerasnya kehidupan, Maya sekarang sudah bekerja dan
mampu membiayai dirinya sendiri. Jadi apa yang perlu kutakutkan?
*****
Pagi
ini dengan langkah pasti dan rasa optimis kulangkahkan kakiku menuju
kantor tempatku bekerja, hari ini ada pertemuan penting dengan salah
satu calon clien perusahaan kami, berupa kerja sama antara dua
perusahaan yang saling menguntungkan. Menurut informasi yang kudapat,
kali ini yang akan datang menghadiri rapat adalah CEOnya langsung, jadi
aku harus mempersiapkan presentasi dengan sempurna. Bagaimanapun
perusahaan kami sangat berharap kerja sama ini akan berjalan dengan
mulus.
Segera
ku persiapkan materi rapat, karena jadwal rapat memang sengaja diatur
lebih awal. Kata orang otak kita masih fresh setelah diistirahatkan. Ku
pelajari kembali bahan presentasi agar aku dapat mewakili perusahaanku
dengan sempurna. Ada kepuasan tersendiri setiap aku berhasil menjalankan
tugasku dengan sempurna. Semoga hari ini keputusan final kami dapatkan.
Sengaja kukenakan baju blaser dengan warna hitam, untuk memberi kesan
rasa percaya diri yang tinggi.
Jam
9.00 seharusnya team dari calon clien kami tiba. Dan benar saja,
ternyata mereka tepat waktu. Suatu kedisiplinan yang patut di banggakan,
dimana saat ini budaya jam karet sepertinya sudah membudaya di negara
kita. Sengaja kutunggu panggilan dari atasanku, baru masuk ke ruangan
presentasi. Bukan apa, karena aku menilai tak sepantasnya aku
mendahului atasanku.
Tak
perlu menunggu lama, interkom di mejaku berbunyi. Terdengar suara merdu
sekretaris atasanku menginformasikan bahwa rapat akan dimulai dan
memintaku untuk segera menju ruangan rapat. Ku langkahkan kaki dengan
sejuta harapan akan berhasil meyakinkan calon clien kami untuk bergabung
dengan perusahaan kami. Kuketuk pintu dan memutar handle pintu ruangan
rapat dengan perlahan , terdengar oborlan basi-basi antara atasanku
dengan beberapa orang.
Melihatku
kedatanganku, langsung aku di perkenalkan atasanku dengan team dari
calon mitra perusahaan kami. Orang pertama yang memperkenalkan diri
adalah………,rasanya jantungku mau copot dari tempatnya! Ternyata dia……..
dia adalah Bayu Subrata …! orang yang telah meninggalkanku dalam rinai
hujan sembilan tahun yang lalu. Yang telah membuat hari-hariku penuh
duka dan air mata. Sempat kulihat dari wajahnya tidak kalah kagetnya
denganku. Dia menerima jabatan tanganku, ada gemetar yang sama
kurasakan dari telapak tangannya. Aku berusaha menguasai diri, begitupun
dengannya, terbaca olehku dari wajahnya kalau ia berusaha untuk itu.
Walaupun
aku menjalani dengan hati kacau, tapi hasil akhirnya ternyata sesuai
dengan keinginan dan harapan perusahaanku. Aku berhasil membawa
presentasiku dengan sempurna walau terasa lebih berat dari biasanya.
berbagai tanya berkecamuk dalam batinku, apa yang terjadi dengannya
setelah dia meninggalkan aku pada hari itu, sembilan tahun yang lalu?
Berapa orang putra-putrinya sekarang, dan wanita mana yang telah menjadi
pendamping hidupnya? Mengapa masih ada rasa cemburu di sana?
Aku harus kuat, aku
bukan daun! dan aku tak pernah mau menjadi daun, aku tak pernah
menginginkan perasaan ini. Dia datang begitu saja , menelusuk hatiku.
tumbuh pelan-pelan seperti kecambah disiram air hujan.
Ahhhhh…….Tuhan, bantu aku membuang rasa itu, singkirkan pesona dia dalam
kehidupanku selanjutnya. Dia bukan diciptakan untukku, dia hanya masa
laluku! Biarkan perasaanku tenang seperti biasanya, dan berikan aku
kekuatan untuk mengahalau rasa yang tidak pada tempatnya.
Bayu
dengan penampilan barunya lebih dewasa dan nampak berwibawa, kumis
tipis menghiasi atas bibirnya menambah kesan matang pada dirinya terus
membayangiku. Jelas dalam ingatanku saat terakhir melihatnya, Bayu
adalah sosok tampan akan tetapi kematangan belum ada padanya . Sama
seperti aku saat ini, seiring dengan bertambahnya usia dan tempaan
kehidupan membuatku lebih dewasa dalam menyikapi hidup.Ahhhh…… mengapa
wajah itu masih belum hilang dari ingatanku?
*****
Baru
saja aku selesai mandi, setelah bergulat dengan perasaanku sepertinya
aku membutuhkan guyuran air dingin di kepalaku. Berharap semua panas
yang kurasa dari tadi pagi pergi mengukuti aliran air dingin yang
kusiram melalui kepalaku. Begitu aku hendak masuk ke kamarku, si Mbok
memberitahukan ada tamu yang menungguku ketika aku sedang mandi tadi.
Dan menurut si Mbok, tamu itu belum pernah dilihat sebelumnya. memang
tamu-tamuku sangat terbatas, dan jarang sekali teman-temanku datang
menyambangiku di rumah. Karena mereka tahu, aku tidak suka jam
istirahatku terganggu. Aku menikmati kesendirianku, dan aku merasa
sangat menyenangkan.
Aku
tak mau tamuku menungguku terlalu lama, siapa tahu dia membawa kabar
penting yang akan di sampaikannya kepadaku. Bergegas aku keluar dari
kamar dengan pakaian yang cukup pantas untuk menerima tamu. Sepertinya
si Mbok telah menyediakan penganan seadanya, terlihat dari adanya piring
di atas meja tamu. Aku tidak dapat melihat dengan jelas siapa tamuku,
karena posisi duduknya membelakangi aku.
Kuhampiri tamuku, dan alangkah kagetnya aku. Ternyata tamuku adalah Bayu,
dan si Mbok tentu saja tidak mengenalinya karena waktu Bayu rajin ke
rumah ini sembilan tahun yang lalu, si Mbok belum bekerja di rumahku.
Rasa tak percaya menghantuiku, tapi sebagai tuan rumah yang baik aku
harus menyapanya.
“Apa
kabar,Mas?” tanyaku basa-basi “baik” jawabnya pendek. Mengapa terasa
kaku sekali, dimana keakaraban yang dulu pernah ada? Ternyata aku telah
menjadi orang lain baginya dan dia telah menjadi orang lain bagiku.
“Maaf, aku telah mengganggu waktu istirahatmu Fin. Aku datang kemari
setelah memastikan bahwa kau masih sendiri. Aku ingin memohon ampun atas
kata-kata kasarku yang pernah aku lontarkan kepadamu sembilan tahun
yang lalu. Dan berharap aku masih di berikan kesempatan untuk menyambung
kembali jalinan cinta kita yang pernah terjalin dulu. Salahku tidak
memberikan kesempatan padamu untuk menjelaskan semua alasanmu untuk
meninggalkan aku. Setelah aku mengetahui semuanya sudah terlambat, kau
telah pergi. Tiada henti penyesalanku atas tindakanku terhadapmu. Aku
mohon kau sudi memaafkanku, sampai hari ini aku masih menunggumu dan
berharap kau akan menerimaku kembali” katanya sambil berlutut di
depanku dan tanpa memberiku kesempatan untuk bertanya.
“Jika
kau menungguku, kemana saja kau selama ini? Sudah tiga tahun aku
kembali, mengapa kau sama sekali tidak berusaha menemuiku?” tanyaku
dengan rasa tak percaya.
“Setelah
mengetahui kau telah pergi, aku begitu tertekan atas rasa bersalahku.
berbulan-bulan kusesali semua kata-kata kasarku terhadapmu. Akhirnya
orang tuaku mengirimkan aku melanjutkan sekolah kembali ke Jerman, dan
baru seminggu yang lalu aku kembali ke tanah air”. katanya menjelaskan.
“Jadi, maukah kau menerimaku kembali, Fin”
Jika
di antara dua hati masih tersimpan binar-binar cinta, masih tersimpan
kerinduan, dan masih saling berharap apalagi yang perlu di
pertimbangkan? Biarlah dua hati yang terpisah selama sembilan tahun
bersatu kembali menemukan dermaganya kembali. Dengan hati mantap, Fina
menganggukan kepalanya. Mereka telah menemukan pelabuhan terakhir. Bayu
berdiri dan langsung memeluk Fina dengan erat, seolah tak akan
melepaskannya walau sedetikpun jua, ahhhhhh……… indahnya cinta!
*****
0 komentar:
Posting Komentar