Siang tadi sewaktu aku memesan kacamata untuk anakku, aku bertemu dengan teman sekerjaku sewaktu aku pertama datang merantau ke Jakarta. Temanku ini adalah pemilik Optik di daerah Jakarta Barat. Temanku ini boleh di bilang cukup sukses, dia telah memiliki dua optik yang letaknya tidak begitu jauh satu sama lainnya. Optik yang saya datangi ini dekat dengan kantor dimana aku bekerja sekarang, jadi cukup jalan kaki 10 menit sudah sampai. Temanku itu menceritakan kalau Romo ( julukan kami waktu itu untuk bos laki-laki) beberapa hari yang lalu mampir ke Optiknya.
Berita yang sangat mengejutkan kuterima , ternyata Optik dimana tempat aku bekerja dulu sudah ditutup dan bangkrut. Bosku Nampak lebih tua dari umur yang sebenarnya dan kelihatannya kondisinya tidak begitu bagus. Anak-anaknya pergi meninggalkan dia dan merantau ke Kalimantan, istrinya sudah lama meninggal dunia. Mau tidak mau, aku teringat dengan kenangan semasa aku bekerja di sana.
Sewaktu pertama kali merantau ke ibukota, atas bantuan saudaraku aku bekerja di sebuah Optik yang cukup besar pada waktu itu, apalagi letaknya boleh dibilang cukup strategis di daerah Jakarta Selatan. Banyak pengalaman yang tidak mengenakkan selama saya bekerja di sana, tapi bukan berarti tidak ada sisi baiknya. Menurut pendapatku, apapun yang kita alami baik itu pengalaman buruk maupun baik, pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Pemahaman baru, itu istilahnya bagiku.
Di antara kejadian yang yang sangat membekas dalam hatiku adalah ketika aku dibuat tertekan dengan kondisi yang sengaja mereka ( bosku, suami-istri) buat dan persiapkan untukku. Kala itu selain sebagai karyawan di optik itu saya ditugaskan untuk mengunci setiap eltalase yang berisi frame kacamata, mulai dari yang paling murah sampai merk terkenal yang paling mahal. Tugasku setelah mengunci eltalase, aku harus menyerahkan kunci-kunci tersebut kepada bosku.
Sampai suatu hari, seisi toko gempar disebabkan salah satu dari frame kacamata merk Rodenstock raib dari etalase toko. Harganya sangat mahal untuk ukuranku saat itu, dan celakanya bosku ( suami-istri) menunjuk aku yang harus bertanggung jawab atas hilangnya kacamata tersebut.
Sungguh…….. sama sekali tidak pernah terlintas dalam benakku untuk mengambil kacamata tersebut. Aku hanya dapat terdiam dan berpikir apa yang harus aku lakukan agar suasana di toko sama-sama enak ? Untuk mengganti, terus terang aku tidak punya uang sebanyak itu, selama empat bulan bekerja di tempat itu sama sekali aku belum pernah menerima gaji, jadi berapa gaji yang mereka berikan untukku, aku sendiri tidak tahu. Oh… ya, saya dan karyawan lain tinggal di tempat itu juga yang terdiri dari dua ruko dengan empat lantai.
Setelah kejadian itu sikap bosku terhadapku berubah, tak tahan menghadapi suasana yang tidak menyenangkan aku hanya dapat menangis, aku tidak mau menceritakan kejadian ini kepada saudaraku yang lain karena tidak ingin membebankan mereka.
Yang membuatku heran adalah tingkah laku anak bungsu dari bosku, dia malah menghiburku dengan kata-kata yang mengundang tanya “ sudahlah, jangan dipikirkan. Nanti juga tuh kacamata balik lagi . Jangan menangis terus nggak ada gunanya",begitu katanya.
Dengan bodohnya aku hanya berpikir ini pikiran anak-anak, bagaimana mungkin yang sudah hilang bakal kembali ?
Akhirnya dengan memberanikan diri aku utarakan niatku kalau aku bersedia mengganti kacamata yang hilang itu seharga nilai jualnya dengan cara pemotongan gajiku setiap bulan. Tapi jawaban yang kuterima menggantung, mereka bilang nantilah mereka pikirkan bagaimana baiknya.
Waktu itu temanku yang sekarang pemilik optik sempat menghiburku dengan mengatakan “ kasihan kamu, tapi sudahlah…… tidak ada gunanya dipikirkan” . Temanku ini lebih dulu bekerja di situ dibandingkan denganku.
Timbul ketakutan dalam diriku, bagaimana jika kejadian ini terulang kembali dan berkali-kali ? Akibatnya seumur-umur aku harus kerja hanya untuk menggantikan barang yang hilang ? Tentu saja aku tidak mau, masa depanku masih panjang dan aku tak mau terkurung di tempat itu selamanya.
Kata orang nasib orang siapa yang tahu , Ternyata benar berlaku buatku. Teman sekolahku memberitahukan aku ada lowongan pekerjaan di kantornya. Dia minta aku segera mengirimkan surat lamaran melalui post. Dengan senang hati kupenuhi permintaan temanku itu, dan ternyata tanpa proses yang berbelit- belit aku diminta datang ke kantor tersebut. Dengan tekad bulat aku beritahukan kepada bosku aku akan keluar, dan mereka nampaknya marah! Saat terakhir aku pamit gajiku pun belum mereka berikan, jadi aku hanya punya uang yang aku bawa dari kampung. Tapi aku tidak mempersoalkan gajiku kalaupun mereka tidak memberikannya kepadaku, biarlah….. kuanggap sebagai pengganti kacamata yang hilang.
Ternyata Nurani mereka masih bekerja, setelah keluar dari pintu toko mereka mengejarku dan memberikan amplop yang berisi gajiku. Dengan tak sabar kucari tempat untuk membuka amplop tersebut, dengan tersenyum penuh syukur walau sedikit kecewa, kumerasa bangga juga gaji pertamaku selama empat bulan bekerja dihargai sebesar Rp 100.000.
Kira-kira dua bulan aku keluar dari optik itu, temanku sang pemilik optic sekarang menelponku. Dia menceritakan kepadaku setelah aku keluar, kacamata yang dulu hilang tiba-tiba muncul lagi di eltalase toko. Aneh bin ajaib,….. kok bisa……. ? itu pertanyaanku sambil berteriak ! Ternyata…… dari informasi temanku aku tahu, lagu lama terulang lagi! Sebelum aku, kejadian serupa pernah terjadi . Pantaslah, anak bungsu mereka memberikan sinyal kepadaku, hanya aku yang bodoh tidak dapat menangkap kemana arah dari kalimat yang keluar dari mulut anak itu.
Sebenarnya sampai sekarang aku tidak dapat mengerti untuk apa mereka melakukan perbuatan itu terhadapku. Apakah mereka tidak pernah berpikir efek yang mereka lakukan terhadap orang lain?
Aku bukan seorang pendendam, aku ikut prihatin atas semua kejadian yang menimpa mantan bosku. Sama sekali aku tidak gembira atas kesulitan yang ia hadapi saat ini, malah timbul rasa iba. Iba terhadap seseorang yang tidak bijaksana atas tindakan salah yang pernah ia lakukan , dan terjadi berkali-kali terhadap orang yang berbeda. Harusnya dimasa tuanya, dia hidup bahagia dengan anak dan cucu-cucunya, dihormati karyawannya dan dicintai anggota keluarganya sebagaimana layaknya keluarga yang harmonis.
******
Dalam hati aku bertekad dan berusaha akan memperlakukan orang lain selayaknya, sebab roda kehidupan selalu berputar. Kadang kita di atas, tetapi tidak menutup kemungkinan suatu saat kita berada di bawah. Janganlah kita selalu memandang sesuatu hanya dari sudut pandang kita sendiri, tetapi kita juga harus menempatkan posisi kita di tempat orang lain agar kita mengerti bagaimana harus bersikap terhadap orang lain.
Semoga cerita pengalamanku bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar