Jaman sekarang handphone bukanlah barang sekunder lagi bagi masyarakat kita. Tidak tua, muda bahkan anak kecil pun telah memiliki handphone. Terkadang kita yang otaknya sudah agak berkarat malah harus bertanya kepada anak-anak tentang fitur-fitur yang ada pada ponsel kita.
Perlu kita akui, memang ponsel sangat penting. Orang tua dapat mengontrol anak-anaknya melalui ponsel,begitupun sebaliknya, anak-anak dapat dengan segera menguhubungi orang tuanya jika berada jauh dari mereka. Sampai ada seloroh konyol teman-teman sekantorku seperti ini “mending ketinggalan dompet, daripada harus ketinggalan handphone“. Hahahaha…. Memang benar sih! Jadilah tradisi di kantor kami saling mengingatkan ” hayooo… Jangan sampai ada yang ketinggalan, HP, charger, dompet…” Hehehe ternyata dompet urutan ke tiga lho, padahal seharusanya nomor satu.
Dulu, saat aku dan suamiku belum punya ponsel sungguh sangat menyedihkan bagiku. Terkadang aku harus menunggu suami sampai gelap, karena kantor aku dan suami lumayan jauh. Jarak dari kantor suami ke kantor saya sudah diperkirakan dalam keadaan normal lebih kurang 40 menit. Nah… Jalanan Jakarta kan tahu sendiri, kadang macetnya luar biasa. Kebat-kebit rasa hati menanti yang tak kunjung tiba, berbagai pertanyaan memenuhi isi kepalaku. Apakah terjadi sesuatu dengannya, atau dia begini dan begitu?
Berbagai tanya yang baru akan terjawab jika dia tiba, ada kemarahan dan emosi akibat menunggu terlalu lama, tapi semua kekesalan dan emosi itu hilang begitu melihat si dia muncul. Berganti dengan rasa lega karena dia selamat. Bayangkan saja, hampir setiap hari menjalani kegelisahan seperti itu, alamak….. sakit batin ini.
Waktu itu kami baru saja menikah, sebagai perumah tangga baru banyak pengeluaran yang lebih penting yang harus kami dahulukan. Memang ponsel pada jaman itu baru sedikit yang memilikinya. Kuingat saat itu temanku se kantor hanya satu yang mempunyai benda mahal itu, dan sampai ileran aku mengagumi tuh benda. Hehehehe ‘Nokia pisang‘ istilahnya saat itu, aku tak tahu type berapa?
Dalam hati kuberpikir, alangkah senangnya jika aku san suami memiliki ponsel. Tentu tiap sore kekhawatiranku akan berkurang, dan jika dia terlambat karena ada halangan di jalan dia dapat menghubngiku. Mulailah aku berpikir akan pentingnya alat komnikasi itu untuk kami. Bukan sekedar untuk gaya-gayaan atau gengsi-gengsian lho, tapi memang karena fungsinya.
Kuingat saat itu, tahun 1998 kami dapat mewujudkan impian kami memperoleh ponsel pertama kalinya setelah kami mendapat gaji ke 13 kami alias THR. Ponsel kembar buatan Perancis yang tidak banyak dikenal orang adalah ponsel pertama kami. Kami memilih merk Alcaltel dengan pertimbangan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan keluaran Jepang seperti Nokia, Ericson dan Motorola. Kutebus sepasang ponsel kembar tersebut dengan harga Rp 3.300.000 cukup tinggi dibandingkan harga ponsel sekarang. Belum lagi saat itu untuk Sim cardnya juga mahal, Rp 125.000/ kartu dan nomornya pun bukan nomor cantik, tapi nomor seadanya. Saat ini hanya dengan Rp 5.000 kita sudah dapat membeli sim card perdana.
Sampai saat ini, sepasang ponsel perdana kami tetap kami simpan sebagai kenang-kenangan. Biarlah jadul tapi tetap mempunyai sejarah yang tak mungkin kami lupakan. Nada dering yang unik, kadang membuatku tertawa kala lagi iseng saat menghidupkannya kembali.
Alcatelku sayang, tak akan kubiarkan engkau menjadi ponsel yang malang. Sebab, tak ada keinginanku untuk memberikanmu tuan yang baru. Biarlah engkau menjadi saksi perjalananku dalam penantian menunggu mantan pacar menjemputku.dan itu berlangsung cukup lama.
Saat ini kubuatkan engkau prasasti dalam kotak kaca sebagai balas jasa kami padamu.
*****
0 komentar:
Posting Komentar